Category Pendidikan

Masa darurat Covid-19 yang mengharuskan semua guru dan siswa belajar dari rumah nyatanya tak sekedar mengubah lokasi dan metode belajar. Lebih besar dari itu, Covid-19 telah mendorong banyak pihak melakukan perubahan dalam dunia Pendidikan di Indonesia hanya dalam hitungan bulan.

Meski demikian perubahan yang terjadi hari ini juga memiliki dampak positif. Sebagian ahli menyebutkan rasanya, belum pernah ada transformasi pendidikan yang berlangsung sehebat seperti saat ini. Virus corona, makhluk yang menjadi musuh dunia itu, kini justru menghasilkan efek revolusioner bagi dunia pendidikan, termasuk dunia pendidikan di Tanah Air. Semua orang seolah diharuskan melakukan sekian banyak penyesuaian yang–kontras dengan sifat destruktif virus–justru berlangsung konstruktif.

Ka Seto sebagai Ketua Umum LPAI yang juga dosen fakultas Psikologi Gunadarma mengatakan bahwa ada beberapa perubahan pola dalam dunia Pendidikan, di antaranya:

Pertama, semua sekolah mendadak menjelma sebagai lembaga berbasis teknologi informasi. Dulu, IT-based system merupakan salah satu bahan sekolah mempromosikan dirinya. Sekarang, kelebihan itu kehilangan keistimewaannya. Eksesnya, karena kegiatan belajar mengajar mengandalkan aplikasi interaktif, setiap keluarga harus mengalokasikan anggaran ekstra untuk menyediakan paket data internet bagi putra-putri tercinta. Masyarakat dari kelas ekonomi bawah sangat mungkin mengalami kesulitan untuk itu.

Kedua, telah sejak lama digaungkan bahwa keberhasilan pendidikan juga menuntut adanya partisipasi aktif sektor dunia usaha dan masyarakat. Di samping dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, masyarakat sesungguhnya masih mencari-cari bentuk keterlibatan yang dapat mereka lakukan.

Kini, berkat pandemi Covid-19, ruang partisipasi itu terbuka menjadi sangat lebar. Orang-orang yang selama ini tidak menekuni dunia pendidikan tiba-tiba muncul jiwa pendidiknya. Dengan kreatif, mereka berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan di rumah. Juga dengan menggunakan aplikasi interaktif komputer. Menjelmalah ungkapan: “Pendidikan untuk semua, Semua untuk pendidikan”.

Ketiga, khususnya sekolah-sekolah swasta menyelenggarakan program belajar yang lebih berorientasi individual. Kurikulumnya tetap sama, misalnya, pendidikan kesehatan jasmani. Namun pendekatan dan prosesnya dimodifikasi besar-besaran, yaitu menyerahkan sepenuhnya kepada siswa untuk gerak badan selama sekian menit di rumah masing-masing. Dipadukan dengan mata pelajaran kesenian, kegiatan olah raga harus direkam siswa dengan sentuhan animasi secantik mungkin. Unik dan asyik, memang. Tapi tetap saja ada orangtua yang mengeluh sambil berkelakar, “Senamnya memang hanya lima belas menit. Tapi memvideokannya sampai tuntas memerlukan waktu lebih dua jam.”

Menelusuri kembali lini masa, pendidikan berbasis rumah sebetulnya sudah bermunculan sejak tahun tujuh puluhan. Sementara praktik kerja dari rumah, sering diistilahkan sebagai SOHO alias small office home office, baru marak satu dasawarsa kemudian seiring dengan kemajuan teknologi komputer portabel.

Pendidikan berbasis rumah bermula ketika tokoh pendidikan, John Holt, menggugat pendidikan (sekolah) konvensional yang dipandangnya menjadikan siswa-siswa sebagai karyawan yang patuh. Penyeragaman siswa berlangsung sedemikian parah, sehingga mengerdilkan bahkan mematikan kekhasan serta potensi individual.

Holt secara tajam menggalakkan program tidak menyekolahkan anak-anak. Tidak menyekolahkan (unschooling), namun tetap menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak. Kampanye memerdekakan pendidikan anak-anak itu terwakili oleh nama jurnal yang diterbitkan oleh Holt: Growing without Schooling.

Perubahan “Mindset”

Pendidikan atau sekolah berbasis rumahan bukan sekedar menutup pintu sekolah lalu memindahkan ke rumah. Agenda terpenting adalah mengubah mindset, bahwa, alih-alih guru, orangtualah yang harus lebih dominan. Alih-alih sekolah, rumah adalah tempat ternyaman guna memperoleh ilmu pengetahuan baru. Alih-alih membandingkan pencapaian belajar antarsiswa, pemetaan sekaligus pengembangan karakteristik dan potensi individual setiap anak yang patut lebih dikedepankan.

Dengan pendekatan sedemikian rupa, situasi pandemi Covid-19 sesungguhnya tidak mengejutkan bagi para peserta homeschooling. Para homeschoolers tetap berproses seperti yang sudah mereka lakukan selama ini. Bedanya, mereka ber-homeschooling berdasarkan perencanaan matang, sementara berjuta siswa dan keluarga Indonesia sejak dua bulan lalu mulai ber-homeschooling berdasarkan paksaan keadaan.

Karena belajar seperti biasanya, maka praktis tidak ada perubahan pada kurikulum homeschooling. Sasaran pendidikan tetap sama. Para orangtua pun tetap mendampingi buah hati mereka sebagaimana lazimnya.

Berbeda dengan sekolah-sekolah konvensional yang boleh jadi terpaksa merevisi target-target program pendidikannya. Orangtua pun tidak sedikit yang harus melewati tahap keguncangan psikologis saat adanya peran “baru” yang harus mereka pikul.

Apa pun itu, saya lebih memilih untuk melihat hikmah dari Covid-19. Bukan hanya wabah penyakitnya yang mengglobal, tapi pendidikannya juga ikut berrevolusi secara global pula.

Filosofi Ki Hajar Dewantara

Andai kita lebih memahami sejarah, jauh sebelum Holt membangun pergerakan homeschooling, Ki Hajar Dewantara sudah lebih dulu meletakkan fondasi berpikir tentang pendidikan berbasis rumah tersebut. Yaitu melalui sesanti beliau, “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.”

Filosofi yang dikemukakan Ki Hajar sekitar satu abad lalu itu ternyata baru mewujud hari ini. Dunia pendidikan, di belahan dunia mana pun, hari ini menyeragamkan pendekatan mereka: homeschooling atau sekolah-rumah. Penyeragaman yang justru lebih menghargai kemanusiaan anak didik selaku insan yang penuh dengan keunikan.

Di tengah badai Covid-19, tanpa sadar, lewat homeschooling, seluruh manusia tak terkecuali anak-anak digembleng untuk membangun alpha mindset. Yakni, keyakinan sekaligus kerendahan hati bahwa kita tetap mampu belajar serta menjadikan segala sesuatunya lebih baik. Tiada lain, kancah bagi mekar dan berseminya alpha mindset itu adalah rumah.

Donasi demi pendidikan anak indonesia